In The Name of Alloh The Most Gracious The Most Merciful
Sabtu, 07 Juli 2012
Terimakasih, Puskesmas Wates!
bismillahirrahmaanirrahiim
In The Name of Alloh The Most Gracious The Most Merciful
In The Name of Alloh The Most Gracious The Most Merciful
Menjalani tahun ketiga di bangku kedokteran itu rasanya seperti
sekelebat saja. Cepat sekali. Kemarin baru saja berkenalan dengan teman-teman
baru di Tutorial 26 dan tak terasa hari Kamis kemarin menjadi tutorial terakhir
kami di tahun ketiga.
Satu hal yang paling saya suka selama tahun ketiga ini adalah ketika
saya diberi kesempatan untuk mencari ilmu secara langsung di Puskesmas Wates.
Puskesmas Wates, menjadi tempat kami “main” selama 3 bulan terakhir ini.
Menempuh waktu sekitar 50 menit dari kampus, kami akhirnya tiba di Puskesmas
yang terletak di pinggir jalan dan dikelilingi oleh sawah hijau nan terhampar
luas.
Beberapa kali menjalani tugas di Puskesmas Wates, banyaak sekali
pengalaman berharga yang saya peroleh. Alhamdulillah bi ni’matihi
thathimusshalihaat. Saya berkesempatan mendapatkan beberapa kompetensi yang
sebelumnya belum pernah saya lakukan. Dengan bimbingan dan supervisi dari dua
dokter di puskesmas, dr. Norma dan dr. Dian yang sangat baik dan penyabar.
Serta beberapa staf dan perawat yang saya kenal, saya mendapatkan banyak hal
tak terlupa disini.
Di Puskesmas ini, saya belajar untuk berinteraksi langsung dengan
pasien. Pasien, yang juga merupakan guru bagi para dokter merupakan seseorang
yang hendaknya diperlakukan dengan penuh empati. Saya belajar berkomunikasi
dengan bahasa jawa dan memahami secara mendalam keluhan pasien. Terkadang saya
geli mendengar cerita pasien yang lucu. Terkadang saya dan pasien yang sudah
sepuh bisa tertawa bersama karena sama-sama bingung. Hehe. Pasiennya bingung
saya tanya apa, saya bingung pasien jawab apa. Akhirnya kami tertawa bersama. Asyik
sekali. Alhamdulillah.
Saya juga belajar melihat realita kondisi kesehatan Indonesia secara
langsung. Memahami bahwasanya tugas dokter itu cukup berat. Tak hanya periksa
pasien kemudian habis perkara. Edukasi, follow up pengobatan dan lifestyle tak
boleh terlupa. Dan tentu saja dalam setiap prosedurnya kami harus senantiasa
memakai jubah empati. Tersenyum, sabar dan telaten menyelesaikan permasalahan
kesehatan pasien kami.
Pengalaman tak terlupa yang saya pernah lakukan di Puskesmas Wates
adalah untuk pertama kalinya saya berkesempatan menjahit luka irisan pada
pasien. Waktu itu, saya dan teman saya sedang di Balai Pengobatan, kemudian
tiba-tiba ada seorang ibu datang dengan tangan kanan berdarah banyaak sekali.
Ternyata pasien tersebut mengalami sobekan diantara jempol dan telunjuk karena
terkena gelas yang pecah saat mencuci piring. Akhirnya, saya dan seorang teman
ikut membantu perawat merawat luka pasien. Alhamdulillah, saya diberi
kesempatan untuk menyuntikkan obat bius lokal pada pasien, dan menjahit 2
jahitan luka tersebut. Pengalaman ini sungguh tak terlupa, karena selama ini
saya hanya berlatih menjahit luka di manekin kulit, dan kali ini di kulit yang
sebenarnya.
Pengalaman lain yang pernah saya dapatkan adalah saya diberi
kesempatan untuk melakukan Rectal Toucher di anus pasien. Saat itu, datang
seorang pasien dengan keluhan sulit kencing dan buang air besar. Diagnosis
dokter saat itu adalah pasien mengalami Benign Prostat Hypertophy atau dengan
bahasa lebih mudah dipahami adalah ada perbesaran pada kelenjar prostat pasien.
Di akhir pemeriksaan, saya bertanya pada dr. Dian, bukankah biasanya pasien
dengan BPH akan dilakukan Rectal Touche? Yakni prosedur memasukkan jari dokter
ke dalam anus pasien untuk memeriksa ukuran kelenjar prostat pasien. Dr. Dian
pun menyetujui dan akhirnya mempersilakan saya untuk melakukan prosedur
tersebut dengan hati-hati (karena ini baru pertama kalinya saya melakukan RT).
Alhamdulillah, segalanya berjalan cukup lancar.
Selain dua pengalaman tersebut, saya juga mendapatkan banyaaak sekali
pengalaman. Memasang EKG, mengambil darah pasien, melakukan nebulizer,
perawatan luka, pemeriksaan fisik, telinga, mata, dan lain-lain. Alhamdulillah,
senang sekali rasanya ilmu yang telah saya pelajari bisa terasa manfaatnya.
Satu hal yang menggelitik benak saya saat itu adalah kelompok kami disebut
dengan kelompok yang overnergy oleh dr. Dian. Kami tampak sangat bersemangat
dalam menjalani proses pembelajaran di Puskesmas Wates ini dibandingkan
kelompok lain yang juga belajar disana.
Saya sendiri merasa, selama proses pembelajaran ini saya bisa dibilang
cukup aktif meminta tindakan. Beberapa kali saya mengajukan diri untuk membantu
perawat dan melakukan pemeriksaan fisik pada pasien. Karena saya sukaaa sekali
dengan proses belajar yang seperti ini. Tidak membosankan, asyik, dan tidak
akan mudah terlupakan. Namun, bukan berarti saya gila kompetensi dan menguasai
semuanya sendiri. Saya juga mempersilakan teman saya untuk turut mencoba, dan
setelahnya kami akan berdiskusi bersama.
Hal yang membahagiakan saya adalah ketika dr. Dian pernah berbisik
pada saya “ Silakan diperiksa pasiennya ya, saya sudah percaya dengan
pemeriksaan fisik kamu, pemeriksaan fisik kamu ke pasien cukup bagus”.
Alhamdulillah, bahagia saya mendengarnya. Tidak ada sama sekali maksud sombong
atau berbesar hati. Namun bagi saya, ucapan itu motivasi hebat bagi saya untuk
terus aktif dalam belajar. Bahwa tidak sia-sia selama ini saya aktif bertanya
ini itu pada beliau. Alhamdulillah :)
Namun, diakhir perjalanan di Puskesmas Wates, renungan mendalam pasti
memenuhi benak saya. Saya harus belajar jauh dan jauh lebih rajin untuk menjadi
seorang dokter yang baik. Masyarakat sungguh masih teramat memerlukan dokter
yang bermanfaat ilmunya. Dan ini menjadi cambuk bagi saya untuk terus rajin
belajar setiap harinya. Semoga Allahu Ta’ala senantiasa memudahkan saya dan
teman-teman untuk terus belajar ilmu yang bermanfaat ya. Aamiin.
Special thanks to :
Keluarga Besar Puskesmas Wates, Yogyakarta.
Terutama untuk dr. Norma dan dr. Dian.
Jazakumullahu khairan katsiran.
:)
-nm-