Bismillahirrahmaanirrahiim
In The Name of Allah
The Most Gracious The Most Merciful
Baca do’a dulu ya
teman agar ilmunya bermanfaat :)
EMERGENCY IN PEDIATRICS (TRAUMATIC
AND NON TRAUMATIC)
Panel Discussion by dr. Dwi Kisworo
Setyowireni Sp.A dan dr. Akhmad Mahmudi, Sp.B.A-KBA
- Non Traumatic Cases
Pada
kasus emergensi pada anak-anak dengan tanpa riwayat trauma, maka hal-hal yang
mungkin terjadi adalah adanya disfungsi pada sistem respirasi, cardiovasculer
maupun ada permasalahan pada sirkulasi anak tersebut. Untuk penilaian kasus
emergensi pada anak, maka yang kita lakukan sedikit berbeda dibandingkan
penilaian pada orang dewasa. Jika kita menilai kondisi gawat darurat pada orang
dewasa mungkin akan terpikir sebuah alur SRSABC (bisa juga SRSCAB). Nah, pada anak
ada sedikit penilaian yang berbeda, yakni PAT (Pediatric Assestmenst Triangle) baru kemudian
ABCDE
PAT assesment terdiri
dari 3 komponen utama, yakni Appearance, Work of Breathing dan Circulation
to skin. Ketiganya membentuk segitiga sama sisi yang sangat penting
dalam penilaian kondisi kegawatdaruratan pada anak. PAT secara cepat dapat
membantu seorang dokter untuk menilai kondisi pasien anak dan membentuk suatu
“general impression” mengenai kondisi anak tersebut. PAT dapat dinilai dengan
visual dan auditory tanpa harus menyentuh anak terlebih dahulu. Sekarang mari
kita bahas masing-masing komponen dari PAT :
- General Appearanceà tampilan/tampakan seorang anak
akan menujukkan apakah ventilasi, oksigenasi, perfusi otak, homeostasis
tubuh dan sistem saraf pusat telah adekuat dalam menjalankan fungsinya.
Untuk menilai tampilan/tampakan dari seorang anak, maka dapat dilihat
pada TICLS (Tickles), yakni Tonus, Interactiveness, Consolability,
Look/Gaze dan Speech/Cry.
- Work of Breathing à Usaha nafas dari anak
menunjukkan bagaimana anak berupaya melakukan kompensasi terhadap
abnormalitas dari oksigenasi dan ventilasi yang terjadi pada tubuhnya. Untuk
menilai kerja pernafasan dari pasien maka dapat dilakukan dengan
memperhatikan tanda visual dan auditory. Untuk tanda yang dapat dinilai
secara visual, maka kita dapat melihat posisi abnormal dari anak ( tripod,
sniffing dsb), berapakah respiratory ratenya (cepat, lambat atau tidak
ada) , ada tidaknya retraksi dinding dada (karena bantuan dari otot bantu
pernapasan, harus dinilai dengan membuka pakaian anak dan lihat ke bagian
supraclavicular, intercostal, dan substernal), head bobbing ( leher anak
ekstensi ketika inspirasi, kemudian diayun kedepan ketika ekspirasi dan
menunjukkan adanya hipoksia parah serta ada bantuan dari otot accesorius
di leher ketika bernafas) dan nasal flaring ( nafas cuping hidung yang
menunjukkan peningkatan usaha nafas).
Sedangkan tanda auditory yang dapat dinilai adalah suara nafas yang
abnormal yang dapat digunakan untuk membantu diagnosis mengenai letak dari
obstruksi saluran nafas yang terjadi. Suara nafas yang dapat terdengar
secara langsung tanpa menggunakan stetoskop mengindikasikan adanya
obstruksi pada saluran nafas.
- Circulatory à penilaian yang dilakukan secara
cepat dapat menunjukkan apakah cardiac output pada pasien dan perfusi ke
organ vital telah adekuat. Apabila ternyata cardiac output tidak adekuat,
maka tubuh akan berusaha untuk memprioritaskan aliran darah pada
organ-organ vital (otak, jantung dan ginjal) sehingga kulit akan tampak
lebih pucat, cyanosis, dsb. Biasanya kulit yang pucat akan terlihat pada
gejala awal dan cyanosis akan muncul pada gejala yang lebih lambat.
Kemudian, setelah kita
sudah menilai kondisi pasien dengan PAT, maka selanjutnya kita dapat menilai kondisi
pasien dengan menggunakan ABCDE:
A: Airways à buka jalan nafas pasien, lakukan
“look listen and feel” . Penilaian jalan nafas mencakup apakah jalan nafas
pasien dalam keadaan bersih, dapat di atasi, perlu dilakukan intubasi ataukah
sudah terjadi obstruksi.
B : Breathing à Ketika menilai usaha nafas di PAT,
kita hanya menilai secara cepat apakah pernafasan pasien dalam keadaan cepat,
lambat atau bahkan tidak ada. Sedangkan pada penilaian usaha nafas kali ini
harus lebih detail dengan menggunakan stetoskop dan menilai beberapa komponen
seperti : respiratory rate, usaha/mekanis, masuknya udara dan warna kulit
pasien.
Usia
(Tahun)
|
Respiratory
Rate
(Nafas/menit)
|
<1
|
30-40
|
2-5
|
20-30
|
5-12
|
15-20
|
>12
|
12-16
|
C : Circulation à sirkulasi darah. Dinilai dengan
memperhatikan lebih lanjut denyut jantung, tekanan darah dan perfusi sistemik.
Perfusi sistemik dapat diketahui dengan cara memeriksa peripheral dan central
pulses, skin perfusion, appearance dan urine output. Adapun untuk memeriksa
perfusi kulit yakni dengan cara memperhatikan temperatur pada ekstrimitas,
waktu pengisian kapiler (capillary refill), serta warna (apakah pink, pucat,
biru atau bercak-bercak).
Usia (Tahun)
|
Heart Rate
(bpm)
|
Newborn-3
bulan
|
85-200 bpm
|
3 bulan- 2 tahun
|
100-190 bpm
|
2-10 tahun
|
60-140
|
Usia (Tahun)
|
Fifth percentile mmHg Systolic BP
|
0-1 bulan
|
60
|
>1bulan- 1 tahun
|
70
|
>1tahun
|
70+ (2xusia dlm tahun)
|
D : Disability à menunjukkan status neurologis
mengenai kondisi korteks cerebri, batang otak, dan aktivitas motoris. Evaluasi
yang dilakukan dalam pemeriksaan antara lain adalah level of consciuosness,
pergerakan motoris, dan pupil. Untuk memeriksa level of consciousness maka
dapat dilakukan dengan memeriksa AVPU (Alert,
responsive to Voice, responsive to Pain
dan Unresponsive). Untuk pemeriksaan
fungsi motoris, maka dapat dilakukan dengan menilai apakah pergerakan simetris,
adakah kejang, kaku maupun postur tubuh tertentu yang abnormal.
E: Exposure à dinilai dengan memperhatikan kondisi
tubuh pasien. Adakah bercak, kebiruan, atau excoriasi pada tubuh pasien.
Berikut ini adalah klasifikasi dari
status fisiologis dari pasien :
- Stabil
è Initial manajemennya adalah segera
memulai pemeriksaan lebih lanjut, menyediakan terapi spesifik sesuai indikasi
dan melakukan penilaian berulang
- Respiratory
dysfunction
·
Potential
respiratory failure
·
Probable
respiratory failure
è Berikut manajemen dari respiratory
dysfunction:
Potential Respiratory Failure
|
Probable Respiratory Failure
|
Keep with caregiver
Position of comfort
Oxygen as tolerated
Nothing by mouth
Monitor pulse oximetry
Consider cardiac monitor
|
Separate from caregiver
Control airway
100 % FiO2
Assist ventilation
Nothing by mouth
Monitor pulse oximetry
Cardiac monitor
Establish vascular access
|
- Shock
·
Compensated
à
pasien dengan kondisi fisiologis shock namun masih memiliki tekanan darah yang
normal
·
Decompensated
à
pasien dengan kondisi fisiologis shock dan tekanan darah nya sudah turun (
hypotension) dan merupakan tanda shock yang sudah terjadi dalam waktu yang
lama.
è Manajemen :
1.
Berikan
oksigen FiO2 =1,0) dan pastikan jalan nafas dan ventilasi telah adekuat
2.
Stabilkan
akses ke vaskuler
3.
Berikan
volume expansion
4.
Monitor
oxygenation, heart rate, dan urine output
5.
Pertimbangkan
pemberian infus agen vasoactive
- Cardipulmonary
failure
è Manajemen :
1.
Oxygenasi,
ventilasi dan monitoring
2.
Lakukan
penilaian ulang terjadinya gagal nafas atau shock
3.
Dapatkan
akses ke vaskuler pasien
- Surgical Cases
Ehem, sebenarnya materi yang ini
sudah seriing sekali dibawakan. Yakni tentang ileus pada anak, namun tidak ada
salahnya kita mengulang mempelajarinya. Tolong baca ulang blok 2.3 untuk lebih
jelasnya ya. Karena yang dibahas disini cuma sedikit sekali. Kita mulai dari
ilustrasi kasus ya, tetap semangat kawan J
Kasus : Seorang bayi laki-laki usia 3 hari lahir spontan, aterm dengan berat
badan 3000gram. Riwayat persalinan ibu G1P1A0. Dari tampakan klinis tampak
perut bayi kembung. Pemeriksaan menunjukkan, bayi mengalami demam 40o
C dan dehidrasi berat. Hasil lab darah WBC 17900 /cmm, HB9,7 g/dl PLT 50000 /cmm, ,
DIFF.TEL Lymp. 33%, Mono 4 %, Neu 82 %, Eos 1 %, Bas. 0%, Alb. 2,5 g/dl, Na 130 mmol/l, K 2,1 mmol/l,
Cl 80 mm0l/l. PH 7,28, HCO 18 mEq/L.
Nah, dari kasus
diatas, kita bisa mendiagnosis sang bayi mengalami ileus pada saluran
pencernaannya. Sekarang kita mulai masuk ke pembahasan ya.
Distensi
Abdomen, dapat terjadi pada kondisi ileus. Ileus sendiri dapat terjadi pada
usus kecil (side view, pubo-xyphoid line) maupun pada usus besar ( angulus
costa-SIAS, frog like abdomen). Ileus secara klinis dibagi menjadi dua yakni
ileus letak tinggi (dari upper GIT sampai setinggi pars II dari duodenum) serta
ileus letak rendah ( dibawah dari pars
II duodenum sampai ke anus). Nah, trias terjadinya ileus adalah mencakup tiga
hal, yakni adanya obstipasi, distensi abdomen, dan muntah. Ketika terjadi
ileus, maka komplikasi yang terjadi pada tubuh bayi akan dapat membahayakan
hidup jika tidak ditangani dengan cepat.
Adanya
ileus akan menyebabkan usus menjadi terdistensi kemudian menekan limfa, vena
dan arteri pada usus. Ketika terjadi penekanan pada aliran limfa usus, maka
akan dapat menyebabkan saluran limfa menjadi pecah dan keluarlah cairan limfa
dari dinding usus. Apabila menekan di vena, maka vena juga dapat pecah dan
akhirnya cairan akan keluar ke ruang ketiga yakni salah satunya adalah rongga
peritoneum (third space syndrom).
Masuknya cairan ke ruang ketiga ini menyebabkan terjadinya dehidrasi
pada bayi. Derajat dehidrasi dapat
dibagi menjadi tiga yakni sedang (defisit 5% ), moderate ( defisit 10%), dan
severe ( defisit 15%).
Nah,
selain kondisi diatas, pada ileus akan ada stagnasi feses dimana normalnya masa
transit feses yang 8 jam akan menjadi bertambah lama. Ketika terjadi distensi
abdomen yang cukup parah, maka akan menyebabkan venous return ke jantung
menjadi berkurang, selain itu distensi abdomen pun juga akan menekan diafragma
ke atas. Hal ini disebut sebagai syndroma kompartemen abdomen. Hal lain yang
dapat muncul dari kondisi ini adalah penumpukan feses yang terlalu lama akan
menyebabkan bakteri menjadi tubuh subur di dalam usus dan dapat menembus mukosa
usus dan akhirnya menjadi sepsis.
Untuk
manajemennya, ketika terjadi third space syndrome, maka bisa diberikan
penggantian cairan tubuh untuk mencegah dehidrasi yang bertambah parah. Untuk
mencegah syndroma kompartemen abdomen, maka dapat dipasangkan nasogastric tube
dan rectal tube untuk prosedur dekompresi. Dan untuk mencegah terjadinya
sepsis, maka bayi perlu juga diberikan antibiotik.
Gangguan
cairan, elektrolit dan asam basa dapat pula terjadi saat, sebelum dan sesudah
operasi. Hal ini dapat membahayakan kehidupan apabila tidak dapat
diidentifikasi dan ditangani dengan baik. Jumlah cairan yang ada pada tubuh
pasien juga penting untuk dimonitoring dengan ketat. Defisit cairan terbagi
menjadi tiga, yakni :
- Dehidrasi ringan à 5 % (50ml/kgBB X TBW)
- Dehidrasi sedang à 10% ( 100ml/kgBB X TBW)
- Dehidrasi berat à 15% (150 ml/kgBB X TBW)
Sedangkan jenis-jenis
dehidrasi adalah dehidrasi isotonik (Na 130-150 mEq/L), hipotonik ( Na<130
mEq/L) dan hipertonik (Na>150 mEq/L).
dan ini adalah synopsis nya :)
-nm-
0 komentar:
Posting Komentar
feel free to drop any comments, friends! ^^