In
The Name of Alloh The Most Gracious The Most Merciful
Untukmu,
hati.
Wahai
hatiku, sekian lama aku selalu mencoba berdamai denganmu. Memahamimu
sepenuhnya, mengajakmu berbicara dalam renungan panjang yang tak pernah ku
tinggalkan. Namun, meski jabatan padamu terus ku lakukan, hingga saat ini tetap
saja tak kuasa aku melihatmu berubah arah. Terombang-ambing.
Aku
menyadari, hati jauh lebih licin dari apapun. Bahkan dari belut sawah yang
kupegang di tanganpun, engkau jauh lebih licin. Engkau sangat mudah berubah
arah, duhai hatiku. Disatu waktu
aku melihatmu teguh dalam kebenaran
menjaga agama. Namun di sisi lain, kulihat kau pun lalai karena maksiat yang
tak kau sadari sendiri. Apa maumu?
Ketika
aku mendapatimu tegas pada mereka, lawan jenismu. Kekagumanku padamu bertambah.
Betapa engkau berusaha menutup seluruh celah yang akan membuatmu ternoda.
Memerintahkan para pasukanmu untuk waspada setiap saat. Mata yang menunduk,
lisan yang berkata benar, dan kaki yang melangkah dalam kebaikan. Semua atas
perintahmu. Karena engkau ibarat raja dalam jasadku yang lemah ini. Ketika
engkau baik, jasadku pun akan baik.
Namun,
sering pula kilihat kau lalai. Berpanjang angan untuk sesuatu yang belum tentu
terjadi. Berpikir hal yang tak sepantasnya dipikirkan oleh seorang muslimah.
Hasad, khianat, prasangka buruk, dan semua musuh dari syaithan seakan siap
menyerbumu kapanpun kau lalai. Kau baru menyadarinya ketika hitam mulai
memenuhi pekatmu. Futur. Mengeras dan ternoda.
Hatiku.
Aku
mengerti. Sungguh mengerti. Betapa engkau sering gelisah dan risau mengingat
janji-Nya tentang pasangan hidup. Penasaran, ingin tahu, tak sabar, semua
seakan menjadi satu rasa yang sulit kau ungkapkan. Banyak caramu mengalihkan
perhatian untuk urusan ini. Namun, saat teman-teman di sekitarmu mengungkitnya,
kau mudah sekali lemah. Bertanya, dan mulai berpanjang angan. Siapa ya?
Hatiku,
yang kuinginkan dalam kebaikan selalu.
Satu
pintaku padamu. Bersabarlah. Tidakkah engkau percaya, Alloh-lah Sang Maha
Menepati Janji? Tiadalah Ia berjanji, kecuali Ia akan menepatinya. Tak perlu
gelisah, risau, gundah dan gulana. Alloh sudah mengatur semuanya. Bersabarlah
dalam penantianmu. Karena kelak ketika berbuka, akan kau rasakan manisnya
penantianmu selama ini. Nikmat yang berbalut ridho-Nya. Halal yang di
berkahi-Nya. Menyenangkan bukan? Tak maukah dirimu merasakannya?
Sekarang
hatiku.
Mari
kita berusaha bersama memperbaiki diri. Aku dan kamu. Kita mesti seirama.
Seiring dengan aliran darah dalam jasadku, aku berharap kita selalu dalam
kebenaran yang nyata. Menjemput setiap ilmu yang ada. Memuroja’ah pelajaran
yang kita dapatkan bersama. Mengulang-ulang hafalan alqur’an dan hadits yang
sering terlupa. Serta ilmu dunia yang tak boleh dilalaikan juga. Bersamamu
hati. Mari kita berusaha.
-bersabarlah wahai jiwa, sungguh penantian
ini tak akan lama-
3 komentar:
Sabar itu memang pahit, tapi buahnya akan lebih manis dari madu, insyaAllah..
Ishbiri ya, Ukhti.. *smile*
jagalah hati jangan kau nodai, jagalah lentera hidup ini...
jagalah hati jangan kau kotori, jagalah hati cahaya illahi.(Nasihat AA Gym)
mbak Zahra :
suka sekali dengan kalimat itu
:)
insyaa Allah, saling mendo'akan ya, Mbak.
Posting Komentar
feel free to drop any comments, friends! ^^