Recent Posts

Rabu, 24 November 2010

kematian maternal (a sad story)

Bismillahirrahmaanirrahiim
In The Name of Alloh, The Most Gracious The Most Merciful

Sebuah kisah duka, di tengah rutinitas saya belajar di blok 2.2

Maghrib itu, saya sedang berbincang dengan kakak kosan, membahas batik dagangan yang saya bawa dari Solo. Tiba-tiba handphone saya berdering, ternyata ada sms dari seorang sahabat saya. Panik menyelimuti hati saya ketika membacanya, hembusan nafas pun tertahan sejenak. Innalillahi wa inna ilaihi roji’un. Ibu sahabat saya meninggal dunia di tengah proses persalinan. Kembali, takdir menyapa dengan tiba-tiba. Membuat hati terkejut dengan segala yang terjadi tanpa terduga.

Lagi, berita duka terdengar. Duhai Rabbi, cukuplah kematian sebagai sebaik-baik nasihat. Saya benar-benar tak percaya dengan semua ini. Saya mengenal ibu sahabat saya itu, bahkan bisa dibilang cukup sering saya berinteraksi. Ketika saya berkunjung kerumah sahabat saya, ketika saya menelpon sahabat saya dan ketika bertemu langsung di sekolah. Rasanya benar-benar tak percaya beliau pergi secepat ini. Tapi Alloh sudah berkehendak, dan memang harus beginilah jalannya.

Yang membuat saya merasa bersedih adalah karena sang ibu meninggal di tengah proses persalinan. Di tengah perjuangannya melahirkan putri kelimanya. Saya bersedih karena saat kabar duka itu terdengar, saya tengah berada di blok kedua saya di tahun kedua. “Safe Motherhood and Neonates”. Dimana pada blok ini saya banyak belajar tentang kandungan, persalinan dan masa nifas.

Kematian maternal, begitulah istilah kedokterannya. Kematian maternal adalah kematian ibu yang berkaitan dengan proses kehamilan, persalinan dan masa nifas. Sudah sering kali saya dengar istilah ini di dengungkan di blok 2.2. Kuliah khususnya pun ada. Tapi saya selalu menganggapnya biasa saja, tak ada makna khusus. Hingga saya mendengar berita duka itu, mata saya seakan terbuka lebar. Kini peristiwa itu terjadi pada ibu sahabat saya. Masya Alloh, bulu kuduk saya merinding saat itu. Qodarulloh..

Di Indonesia sendiri, kematian maternal masih dikatakan cukup tinggi prevalensinya. Dari 100.000 persalinan ada 228 kematian maternal yang terjadi pada tahun 2007. Tentunya hal ini miris sekali, mengingat setiap jamnya di Indonesia, ada 2 ibu yang meninggal di tengah persalinan. Padahal target yang dicanangkan oleh Milenium Development Goals (MDGs) adalah pada tahun 2015 kelak yang terjadi di Indonesia adalah Maternal Mortality Rate (MMR) maksimal nya 112. Karena Maternal Mortality Rate bisa dikatakan sebagai salah satu indikator kemajuan sebuah negara. Indonesia sendiri masih menjadi ranking pertama di Asia Tenggara dalam hal ini. Di Malaysia, pada Tahun 2002 saja hanya ada 28 kematian maternal dari 100.000 persalinan. Brunei Darussalaam justru hanya ada 6 kematian maternal per 100.000 persalinan. Duh, Indonesiaku…

Penyebab kematian maternal bisa menjadi beberapa macam. Ada tiga determinan yang dipakai disini. Pertama adalah determinan dekat, yang berkaitan langsung dengan proses kehamilan dan persalinan. Semisal: perdarahan, infeksi, preeklampsia dan eklampsia,trauma, ataupun kelainan lain pada kehamilan, seperti presentasi bayi yang tidak normal, atau letak plasenta yang tidak sesuai. Jika hal itu ada pada kehamilan dan persalinan, maka faktor risiko terjadinya kematian maternal akan meningkat secara langsung.

Determinan yang kedua adalah determinan antara, yakni determinan yang tidak secara langsung berkaitan, akan tetapi dapat mempengaruhi terjadinya kematian maternal. Contoh dari determinan antara adalah status kesehatan reproduksi dari sang ibu. Ada faktor risiko yang menjadi determinan antara pada sang ibu, yang biasa disebut dengan 4T, yakni Terlalu Muda, Terlalu Tua, Terlalu Banyak Melahirkan dan Terlalu Pendek Interval Melahirkan. Keempat T inilah yang akan meningkatkan risiko terjadinya kematian maternal pada ibu secara tidak langsung.

Selain 4 T, juga terdapat 3T yang bukan berasal dari faktor ibu. Yakni Terlambat Mengambil Keputusan, yakni pihak keluarga terlambat dalam mengambil keputusan dimanakah persalinan sang ibu harus dilakukan. Padahal, bisa jadi kondisi ibu sudah sangat parah dan tidak bisa terselamatkan lagi. Banyak contoh kasus terjadi berkaitan dengan hal ini. Biasanya, di pedesaan Indonesia ibu hamil akan menyerahkan urusan tempat persalinan pada keluarga dari suami. Alasannya klasik, biaya. Yah, sang ibu hamil khawatir apabila biaya melahirkan di rumah sakit akan mahal, jadilah mereka tak mau urun rembug dalam permasalahan ini. Dan akhirnya pasrah melahirkan di Dukun Beranak yang direkomendasikan oleh keluarga dari sang suami. Miris, padahal seringnya sang suami tak pernah merasa berat menghamburkan uangnya untuk membeli rokok dan sebagainya. Tapi ketika giliran waktunya persalinan tiba, justru berpelit hati pada istri yang katanya dicintainya.

T yang kedua adalah Terlambat Merujuk. Yakni kondisi dimana setelah persalinan dilakukan di tempat dengan fasilitas kesehatan yang sedikit dan tak memadai, ternyata mereka sudah tak mampu lagi menangani sang ibu yang berpayah-payah dalam perjuangannya. Contohnya banyak sekali terjadi. Semisal seorang ibu yang melahirkan di tangan Dukun Beranak. Tiba-tiba ditengah persalinan terjadi kelainan yang tidak dapat dihindari, contohnya terjadi distokia bahu yakni bahu sang bayi menyangkut di pelvis ibu, sehingga tidak bisa dikeluarkan. Nah, kondisi demikan haruslah dirujuk secepat mungkin. Karena keterlambatan sekejap saja maka akan meningkatkanrisiko terjadinya kematian maternal.

T yang ketiga adalah Terlambat Menangani. Yakni apabila sang ibu sudah sampai pada rumah sakit yang memiliki fasilitas yang memadai. Namun sayangnya, tenaga kesehatan yang ada belumlah siap dalam memberikan pertolongan. Sehingga penanganan ibu pun terlambat, dan akhirnya ibu meninggal dunia.

Determinan yang ketiga adalah determinan jauh. Yang termasuk di dalamnya adalah faktor geografis, transportasi, maupun rendahnya pendidikan ibu. Determinan ketiga ini biasanya terjadi pada daerah-daerah terpencil, seperti Papua dan NTT. Ada kisah, dimana ketika seorang ibu hamil yang telah waktunya melahirkan tidak dapat melahirkan di rumah sakit. Hal ini dikarenakan karena untuk sampai rumah sakit itu, sang ibu harus melewati sungai besar. Dan saat itu sungai sedang banjir besar-besarnya. Masya Alloh T.T. Selain itu kadangkala transportasi pun menjadi kendala. Semisal ketika ibu terpaksa melahirkan di malam hari,dan untuk membawa ke rumah sakit transportasi umum nyasudah tak ada lagi.

Yaah, begitulah kondisi Indonesia kita. Indonesia yang menyimpan sekelumit kisah duka di buminya. Indonesia yang harus terus berbenah. Dan saran saya bagi para calon ibu adalah, persiapkanlah kehamilan sebaik mungkin. Ketika akan hamil buatlah planning yang tepat, dari dimana persalinan akan dilakukan hingga biaya persalinan yang harus disiapkan. Jangan merasa sungkan untuk ikut berbicara dalam permasalahan tempat kelahiran dengan suami. Karena ini menyangkut nyawa kalian, dan suami memang sudah seharusnya turut bertanggung jawab dengan hal ini. Dan untuk sang calon suami, jadilah seorang suami yang bertanggungjawab. Suami yang SIAGA, Siap Antar JaGa untuk istri tercinta. Karena yang sedang berjuang itu adalah istri kalian, ibu dari anak-anak kalian. Wanita, yang menjadi separuh agama kalian.



“Syuhada’ (orang-orang mati syahid) yang selain terbunuh di jalan Allah itu ada tujuh: Korban wabah tha’un adalah syahid, mati tenggelam adalah syahid, penderita penyakit lambung (semacam liver) adalah syahid, mati karena penyakit perut adalah syahid, korban kebakaran adalah syahid, yang mati tertimpa reruntuhan adalah syahid, dan seorang wanita yang meninggal karena melahirkan adalah syahid.” (HR. Malik, Ahmad, Abu Dawud, dan al-nasai, juga Ibnu Majah. Berkata Syu’aib Al Arnauth: hadits shahih).


Semoga Alloh memberikan akhir yang baik padamu, wahai ibu.
Perjuanganmu, adalah ketika melahirkan putra-putrimu.
Dan kelak, Alloh-lah yang akan membalasnya dengan syurga nan indah sebagai tempat kembalimu.
Amiin, Insyaa Alloh.


Semoga bermanfaat, dan menjadi ibroh bagi kita semua.

4 komentar:

iya dek, AKI dan AKB di indonesia masih sangat tinggi, yg masih menjadi tanggung jwb kita bersama, tapi semua itu tak lepas dari takdir Allah, Sesungguhnya Kita Milik Allah Dan Kepada-Nya Kita Kembali..Insyallah syahid dijalan Nya

betul sekali mbak, saya sepenuhnya setuju.
bagaimanapun semua itu tak lepas dari takdirNya.
tapi tetap saja dibutuhkan usaha untuk menurunkan nilai AKI dan AKB di Indonesia mbak.
Setidaknya itu ikhtiar kita bukan? Hasilnya tetap dipasrahkan pada Alloh.. Sang Penggenggam Kuasa.

Terkadang saya miris kalo melihat kondisi ibu dan balita di luar jawa mbak, kasihan. Kesehatan mereka terasa kurang tersentuh oleh pemerintah. Lagi-lagi, distribusi kesehatan yang kurang merata di Indonesia menjadi salah satu penyebabnya.
Tapi juga malu sendiri, karena kalo ditanya mau kerja di luar jawa atau tidak saya juga bingung jawabnya.
*merasa bersalah..T.T

kalo begitu, dek achaa ke luar jawa hehe, biar pendistribusian nakes nya merata :D

kalo saya udah punya jawabannya mbak..
"kemanapun bolehlah, asal ada suami tercinta"
^^
hehe

Posting Komentar

feel free to drop any comments, friends! ^^